masih segar di ingatanku, Jum'at entah tanggal berapa, yang jelas itu terjadi 1 tahun yang lalu. hari dimana sekolahku, SMA Negeri 1 Depok melakukan tes psikotes dan tes minat-bakat.
pada malam hari sebelum tes itu terjadi, aku dilanda antusiasme yang begitu hebat. karena itu tes yang cukup penting untukku dalam langkah ke depanku nantinya, terlebih pengalaman pertama di sekolah menengah atas. langkah menentukan antara IPA atau IPS. pada malam harinya aku menghabiskan malamku dengan kegundahan, melakukan serangkaian pesan singkat dengan temen yang sudah mulai akrab, hingga akhirnya aku tidur larut malam.
esok paginya, semua menjadi serba tergesa-gesa. berebut kamar mandi, yang hanya 1 buah, sementara warga rumah ada 6 orang. ya akhirnya aku mendapat giliran agak akhir. ya aku bersabar, sementara waktu telah menunjukan pukul 06.20 WIB. duh, panik membayangiku, karena tes dilakukan jam 7 tepat. ya aku tanya mau berlama-lama lagi, aku percepat mandiku, merapikan buku dan memakai perlengkapan tempurku seperti biasanya.
saat aku berpamitan dengan ibuku, aku sempat mengintip jarum panjang yang baru saja berputar satu menit, dan jarum panjangnya menunjuk ke angka 10. kini aku hanya punya waktu 10 menit hingga tiba di sekolah tanpa terlambat. aku pasangkan kunci motorku, aku tekan tombol starter, lalu aku tahan sedikit kopling, kemudian aku masukkan gigi pertama. tancap! aku berliku seperti permainan ular nokia monochrome, gesit dan lincah.
tinggal beberapa meter lagi, aku menambah jumlah power motorku. sign kanan aku bubuhi di motorku. ah, sial! aku terlambat. gerbang sekolah telah tertutup rapat. siswa-siswa lain yang bernasib sama denganku, langsung pulang. aku masih berdiam diri di depan gerbang. tetap menanti sebuah harapan, dibukanya pintu gerbang sekolah. aku mem-parkir-kan motorku, lalu aku turun dan merapatkan tubuhku di celah-celah gerbang sekolah. aku menatap penuh harap dengan raut yang penuh derita ke satpam.
"pak, saya boleh masuk ga?" pintaku sendu.
"udah jam segini de, ga bisa...." jawabnya singkat.
"tapi pak, hari ini saya ada tes psikotes, saya masih kelas 10, itu tes penentuan" sekali lagi aku meminta dengan lebih memelaskan diri. mataku mulai berkaca. tetapi aku mencoba bertahan.
"hm...sebentar, bapak panggilin guru piket dulu ya, tunggu sebentar" katanya yang sedikit membuatku lebih tenang.
"ada apa?" tanya Pak Iwan, guru mata pelajaran Bahasa Sunda, yang datang menghampiriku setelah dipanggil oleh satpam.
"pak saya boleh masukkan ga? saya kelas 10 pak, hari ini ada tes psikotes..tolong pak"
"yauda masuk dulu.." jawabnya, kemudia beliau kembali masuk.
kemudian, gerbang sekolah dibuka, dan aku diizinkan untuk mem-parkir-kan motor penuh kenanganku, Honda Megapro, di halaman sekolah. aku duduk dekat gerbang perlindungan kedua, sekolahku memiliki gerbang perlindungan yang berlapis, ya aku duduk termenung. hatiku tak tenang. berkecamuk dalam dadaku, andai aku tak mengikuti tes psikotes hari ini, aku jadi apa nantinya. aku tak tahan lagi. emosi ku memuncak, yang semula bola mataku hanya berkaca-kaca, kini berubah menjadi butir-butir kesedihan. aku menangis. aku tak peduli. aku takut apabila nantinya hanya aku yang tidak ikut tes psikotes ini, dan aku takut nantinya ibuku tahu aku terlambat dan mengakibatkan aku tak bisa mengikuti tes psikotes.
tak lama setelah tetes air mata membasahi pipiku, Pak Iwan datang kembali dan menghampiriku. kemudian beliau berkata, "loh masih di sini? ayo buruan langsung masuk...". kemudian Pak Iwan mengantarku menuju tangga dekat dengan kelasku, kelas X4. sambil terisak-isak dan mencoba menghentikan tangisku, aku menuju kelasku. air mata, ingus dan dada yang menyesak, berirama menjadi satu ritme kesedihan.
aku buka pintu kelas dengan tangan kanan, lalu seisi kelas menoleh ke arahku seketika. aku masukki kelasku, dengan suara menarik ingus dan berurai air mata. lalu penguji tes psikotes mempersilakanku untuk duduk di bagian belakang. aku membuka tasku, dan mengambil alat tulisku. aku mencoba mengikuti setiap perintah dan instruksi yang diberikan oleh penguji, walau aku sendiri masih harus menghentikan tangis yang masih tersisa dan ingus yang tiap kali mencoba keluar dari hidungku.
akhirnya aku bisa mengikuti tes psikotes di SMA Negeri 1 Depok ketika aku telah duduk sebagai siswa kelas 10. kegundahanku ketika malam harus terbayar mahal, perjuangan yang sulit untuk sekedar mengikuti tes psikotes tersebut.
beberapa pekan setelah tes psikotes tersebut, surat hasilnya dibagikan oleh guru BP. aku pun membacanya, aku mendapat IQ 115. antara sedih dan mau ketawa, karena IQ yang cukup itu aku peroleh dengan perjuangan dan tentunya tangisan serta sedikit suara tarikan ingus. di kertas hasil tersebut, aku mendapat rekomendasi untuk jurusan "IPA". Alhamdulillah.
"seberapa besar IQ kita, bukan jaminan untuk sukses, diri kita-lah yang menentukan kesuksesan kita!"
0 komentar:
Posting Komentar